Pengertian Kaligrafi
kaligrafi berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah “tulisan
indah”. Dalam sejarah peradaban Islam, seni tulis huruf Arab yang isinya
berupa potongan ayat Alqur’an atau Hadits Nabi SAW ini mempunyai tempat yang
sangat istimewa. Setiap muslim percaya bahwa Bahasa Arab adalah
bahasa yang digunakan oleh Tuhan ketika menurunkan
Alquran kepada Nabi Muhammad SAW. Bahasa ini juga digunakan dalam
seluruh tata peribadatan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Karena di
dalam ajaran Islam lukisan berupa mahluk hidup adalah termasuk sesuatu yang
dilarang, maka kaum muslimin mengeskpresikan gairah seninya antara lain
lewat seni kaligrafi ini. Karya-karya kaligrafi ini banyak menjadi hiasan di
banyak bidang, mulai dari bangunan, koin, seni dekoratif, permata, tekstil,
senjata sampai manuskrip.
Walaupun sebenarnya pada saat sekarang Bahasa Arab telah berkembang jauh
sebelum Islam lahir, tetapi bahasa ini menyebar dengan cepat sejalan dengan
perkembangan agama Islam. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) dari Bani
Umayyah membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting dalam bidang ini
yaitu dengan menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi seluruh wilayah Islam,
meskipun pada awalnya Bahasa Arab bukan bahasa yang dipakai di wilayah-wilayah
tersebut.
Kaligrafi adalah salah satu seni dalam Islam, yang banyak dikembangkan sejak zaman dahulu. Fungsinya tentunya bukan sekadar ornamen atau hiasan belaka, namun lebih dari itu, kaligrafi adalah sarana untuk beribadah, berdzikir (karena setiap melihat kaligrafi, kita akan ingat akan Allah SWT).
Kaligrafi adalah salah satu seni dalam Islam, yang banyak dikembangkan sejak zaman dahulu. Fungsinya tentunya bukan sekadar ornamen atau hiasan belaka, namun lebih dari itu, kaligrafi adalah sarana untuk beribadah, berdzikir (karena setiap melihat kaligrafi, kita akan ingat akan Allah SWT).
Kaligrafi Islam awalnya, banyak ditulis di atas kulit atau
daun lontar. Penemuan kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M berperan cukup
besar dalam perkembangan seni ini, kertas harganya relatif lebih murah,
cukup melimpah, mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah
daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.
Ibnu Muqla (886-940 M) adalah salah seorang kaligrafer terbaik pada masa
awalperkembangan seni kaligrafi Islam. Dia mengembangkan prinsip-prinsip
geometris dalamkaligrafi Islam yang kemudian banyak digunakan oleh para
kaligrafer yang datang sesudahnya, dia juga berperan mengembangkan tulisan
kursif yang di kemudian hari dikenal sebagai gayaNaskh yang banyak dipakia
untuk menulis mushaf Alqur’an.
Jenis Khat
.
Khat Naskhi
Khat Naskhi adalah tulisan yang sampai ke wilayah Arab Hijaj dalam
bentuknya paling akhir, setelah lepas dari bentuknya yang kuno sebelum masa
kenabian. Selanjutnya, gaya tulisan yang semakin sempurna tersebut digunakan
untuk urusan administrasi perkantoran dan surat menyurat di jaman kekuasaan
islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah, pola-pola naskhi bertambah indah
berkat kodifikasi yang dilakukan Ibnu Muqlah (272-328 H). para ahli sejarah
beranggapan bahwa Ibnu Muqlah peletak dasar-dasar khat naskhi dalam bentuknya
yang sempurna dizaman Bani Abbas.
Di jaman
kekuasaan Atabek Ali (545 H), usaha memperindah khat naskhi mencapai puncaknya,
sehingga terkenallah nama gaya yang disebut naskhi Atabek yang banyak digunakan
untuk menyalin mushaf Al-Qur’an diabad pertengahan, menggeser khat Kufi kuno
yang banyak digunakan sebelumnya. Khat ini disebut naskhi karena para Khattat
atau kaligrafer dan pengarang menulis (Yunassikun) mushaf Al-Qur’an dan
pelbagai buku dengannya.
Naskhi adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya
memiliki sedikit sudut yang tajam, seperti sudut-sudut Kufi. Sekarang
huruf-huruf naskhi meyebar dianeka penerbitan untuk percetakan buku, Koran, dan
majalah bahkan meluas menjadi huruf-huruf computer dengan sebutan Naskuf
(perpaduan antara khat Naskhi dan Kufi).
Dibandingkan gaya khat yang lain Naskhi lebih mudah digunakan untuk
mengajari membaca para pemula. Ada kesepakatan, bahwa naskhi membantu penulis
menggoreskan penanya dengan cepat dibandingkan dengan tsulust, karena ukuran
hurufnya yang kecil dan pertemuan secara jelas goresan-goresan memanjangnya,
didukung oleh harmoni huruf-huruf dan keindahan posturnya.
Khat Tsulus
Berbeda
dengan khat Naskhi yang ditulis datar dan harus jelas, khat Tsulust justru
lebih luwes, elastis dan ornamentatif. Tsulust dapat dikombinasikan dengan
aneka bidang dan ruang, menempati komposisi yang harmonis dengan rangkaian
huruf-hurufnya yang dapat dipanjangkan atau diringkas di ruangan yang lebih
sempit dari pada kapasitas bunyi tulisan yaitu dengan sistem penumpukan atau
akumulasi.19
Khat
Tsulust digunakan – terutama untuk tujuan-tujuan dekorasi dan penulisan
judul-judul/nama kitab. Sesuai dengan karakter hurufnya yang sangat artistik,
tsulust akan lebih berwibawa bila dilengkapi tasykil dan tazyin sehingga tidak
ada lagi relung-relung dan ruang kosong yang tidak terisi namun semuanya penuh
dan padat dengan hiasan pelengkap yang penambah keindahannya.
Dinamakan
khat tsulust karena ditulis dengan kalam atau pulpen yang ujung pelatuknya
dipotong dengan ukuran sepertiga (Tsulust) goresan kalam. Adapula yang
menamakannya “khat Arab” karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam
kaligrafi arab yang banyak jumlah sesudah khat Kufi.
Untuk
menulis dengan khat Tsulust, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira
selebar setengah pelatuk. Ukutran ini sesuai dengan khat ‘Adi dan Tsulust Jali.
Khat
Tsulust yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan aneka media karana
kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya kaht yang lain,
baik dari sudut kaedah maupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni
huruf-hurufnya.
Riq’ah adalah salahsatu gaya khat
ciptaan masyarakat Turki Usmani. Muhammad Tahir Kurdi menyebutkan, bahwa
penggagas dan peletak dasar-dasar kaidah khat Riq’ah adalah Mumtaz Bek,
seorang konsultan di zaman Sultan Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. Posisi
khat Riq’ah berada di antara khat Diwani dan khat Siyaqat, di mana Mumtaz Bek
sangat masyhur dengan keahliannya di bidang Diwani sepeTujuan awal
diciptakannya tulisan ini adalah untuk mempersatukan seluruh kaligrafi bagi
seluruh pegawai kerajaan, sehingga mereka hanya menulis dengan satu gaya khat
dalam semua tata pergaulan resmi yang diterapkan untuk kantor-kantor pemerintahan.
Penciptanya menamakannya Riq’ah yang
artinya menurut kamus-kamus bahasa ialah “potongan daun untuk menulis”, dan
tidak ada hubungannya dengan khat Riqa’ kuno yang pernah
digunakan di seluruh Kantor Administrasi Surat-menyurat Negara. Beberapa sultan
Usmani seperti Sulaiman al-Kanuni dan Abdul Hamid I sangat memperhatikan dan
banyak menulis dengan khat Riq’ah.
Spesifikasi
khat Riq’ah terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bisa ditulis lebih
cepat daripada khat Naskhi, karena kesederhanaannya dan tidak memiliki struktur
yang rumit. Karena itu, kita memiliki kenyataan dalam kehidupan moderen ini
khat Naskhi khusus digunakan untuk mencetak teks buku, surat kabar, dan
majalah, sedangkan khat Riq’ah khusus digunakan untuk catatan tangan atau dikte.
Di lapangan advertising atau untuk penulisan judul-judul surat kabar, Riq’ah
sering digunakan karena dapat mencakup kata-kata panjang dengan goresan-goresan
yang tidak banyak makan tempat.
Pada saat
tidak menggunakan pena tipis tebal, khat Riq’ah berfungsi untuk menulis catatan
harian seperti pelajaran dan kuliah atau surat-menyurat dan reportase para juru
tulis seperti wartawan. Kecepatan gerak Riq’ah dapat disamakan dengan
stenografi dalam tulisan latin. Hal ini memungkinkan karena spesifikasi hurufnya
yang pendek dan beberapa huruf yang diringkas seperti sin tanpa
gigi, alif dan lam tanpa tarwisy, dan
lengkungan-lengkungan sederhana pada ya’, jim, qaf, dan nun.
Para
kaligrafer yang sangat aktif dan menonjol dalam lapangan Riq’ah dapat
disebutkan, misalnya, Amin Fahs al-Lubnani, Al-Hafizh Tahsin, Jawad Sabti
al-Najfi, Sayid Ibrahim, Muhammad Sabri al-Hilali, Ahmad Sabri Zaid,
Abdurrahman Sadeq Abusy, Abdurrazaq ‘Aud, Abdurrazaq Muhammad Salim, Abdul
Kadir Asyur, Ali Ibrahim, Muhammad Husni al-Dimasyqi, Muhammad Sa’ad Haddad,
Muhammad Abdurrahman, Muhammad Izzat Afandi, Muhammad Ali Makawi, Hasyim
Muhammad al-Baghdadi, dan banyak lagi yang lainnya.
Pada contoh
karya kaligrafer Turki Muhammad Afandi yang ditulis dengan pena Riq’ah‘arid, Riq’ah wasat, dan
Riq’ah rafi’, kentara karakter Riq’ah yang simpel pada sin yang
tidak bergigi, alif dan lam qamariyah
dan lam syamsiyah yang tidak bertarwisy, titik tunggal tidak
full bujur sangkar dan dua titik ta’ dan ya’ yang
sekali gores, atau huruf-huruf ra’ dan wawu yang
kurang melengkung.
Keringkasan
Riq’ah dapat juga dilihat pada struktur dan komposisi di mana huruf dan kata
bertumpang tindih untuk memperpendek jarak tulisan bagi kata-kata yang panjang,
seperti pada contoh berikut. Mode ini banyak digunakan terutama untuk
judul-judul koran dan ungkapan iklan. Huruf alif, misalnya,
dipendekkan dan posisinya di bawah atau di atas huruf-huruf lain. Begitu pula
penumpangan awal kata di atas ujung kata sebelumnya supaya tulisan tampil lebih
ringkas.
Dahulu kala sebagai warisan dari nenek
moyang mereka bangsa Saman yang sebelum Islam menulis dengan khat Pahlevi. Gaya
ini merupakan nisbah ke Pahle, suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan dan
Azerbaijan. Saat Islam menaklukkan negeri Persia, masyarakat Iran pun memeluk
Islam sebagai agama baru mereka.
Melalui pergaulan dengan masyarakat Arab muslim, orang-orang Iran mengganti
tulisan Pahlevi dengan tulisan Arab yang kemudian mereka namakan khat Ta’liq.
Pada waktu-waktu selanjutnya lahir pula gaya-gaya khat yang lain seperti
Nasta’liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi
saja mengingat asalnya dari Persia. Diantara gaya khat Farisi yang populer dari
Iran adalah :
1. Khat
Ta’liq atau khat Farisi Ta’liq
Masyarakat
Iran mengolah khat Ta’liq dari khat yang digunakan untuk menyalin al-Qur’an
waktu itu, yang disebut khat Firamuz. Semula cara-cara menulisnya dicuplik dari
kaedah khat Tahrir, khat Riqa’, dan khat Tsulus. Keindahan khat Farisi Ta’liq
adalah pada kelenturan putarannya, huruf-huruf tegaknya yang agak condong ke
kanan, sapuan-sapuan memanjangnya yang tebal, dan gelombang gerigi yang
tebal-tipis secara variatif.
2. Khat
Nasta’liq atau Khat Farisi Nasta’liq
Khat
Nasta’liq adalah hasil kreasi kaligrafer Iran Mir Ali al-Harawi, diolah dari
khat Ta’liq yang dimasuki sedikit unsur Naskhi sehingga menjadi gabungan
Naskhi-Ta’liq atau Nasta’liq. Nasta’liq yang sekarang sering disebut Farisis
sebagaimana Ta’liq, dikembangkan dan dipercantik oleh masyarakat Iran.
Penggunaannya yang luas menjadi alat tulis naskah harian menempatkannya sama
dengan posisi khat Naskhi di wilayah-wilayah lain. Karena itu, sangat mungkin
pula gaya ini merupakan khat Ta’liq yang difungsikan sebagai tulisan naskah
yang meluas setelah dimodifikasi oleh Mir Ali.
3. Khat
Syikasteh
Di samping
khat Ta’liq, orang-orang Iran juga menciptakan kaligrafi gaya baru yang mereka
sebut khat Syikasteh, diambil dari khat TA’liq dan khat Diwani. Syikasteh
artinya berantakan, karena gores-goresan akhir huruf yang diliarkan sehingga
terkesan berantakan atau semrawut. Khat ini digunakan hanya di wilayah Persia
dan tidak menyebar ke segenap pelososk wilayah Arab Islam sepeti gaya lain. Hal
itu disebabkan karena Syikasteh sulit dibaca.
4. Khat
Farisi Mutanazhir
Khat jenis
ini dihubungkan dengan penampilannya yang saling pantul secara indah dan
seimbang. Unsur-unsur saling pantul dalam khat Farisi Mutanazhir ini terletak
pada sapuan-sapuan horizontalnya atau pada huruf-huruf vertikalnya seperti alif
dan lam yang saling bangun secara harmonis.
5. Khat
Farisi Mukhtazal
Gaya ini
lahir sebagai reaksi atas adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Farisi dan
kemungkinan satu huruf memiliki lebih dari satu fungsi. Dengan demikian, satu
goresan dapat berfungsi sebagai mukhtazal untuk meringkas beberapa huruf
sehingga memiliki beberapa bacaan. Gaya ini kerap menyulitkan khattat dan
pembaca. Khattat kesulitan karena dalam beberapa keadaan persilangan khat tidak
mudah dibuat. Sedangkan bagi pembaca kesulitannya adalah karena menderita
kesusahan dalam membaca dan memahami maksudnya, sehingga timbul dugaan bahwa
khat semacam ini merupakan teka-teki. Dari sini sebuah peribahasa mengatakan
“Khairul khat ma quri’a (sebaik-baik khat adalah yang bisa dibaca).
6. Khat
Farisi Mir’at
Mir’at atau
cermin yang berfungsi memantulkan gambar nampak dalam gaya kaligrafi ini saat
sisi kanan memantul ke sisi kiri (sama persisi denga khat Tsulus Mutanazhir),
makanya sering juga disebut khat Farisi Mutanazhir.
Khat Diwani merupakan salah satu jenis khat yang dicipta oleh penulis khat
pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah. Ibrahim Munif adalah orang yang
mencipta kaedah dan menentukan ukuran tulisan khat Diwani. Khat Diwani dikenali
secara resmi selepas negeri Qostantinopal ditawan oleh
Sultan ‘Uthmaniyah, Muhammad al-Fatih pada tahun 857 Hijrah.
Khat Diwani digunakan sebagai tulisan rasmi di jabatan-jabatan kerajaan.
Seterusnya, tulisan ini mula berkembang ke segenap lapisan masyarakat.
Kebiasannya tulisan khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua pekeliling
pentadbiran, keputusan kerajaan serta surat menyurat rasmi dan pada masa
sekarang ianya digunakan untuk menulis watikah, sijil dan untuk hiasan.
Khat Diwani terbahagi kepada 2 jenis iaitu Diwani biasa dan Diwani
Mutarabit(bercantum). Akan tetapi, khat Diwani biasa yang
banyak digunakan dan diamalkan oleh penulis-penulis khat terkenal berbanding
khat Diwani Mutarabit. Asas bentuk bagi kedua-dua jenis khat Diwani
ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ianya ditulis dengan cara yang
lembut dan mudah dibentuk mengikut kehendak penulis.
Keistimewaan khat Diwani dapat dilihat pada kesenian bentuk hurufnya yang
melengkung dan memerlukan kemahiran penulis khat itu menulisnya dengan lembut
dan menepati kaedah. Hashim Muhammad al-Baghdadi dan Syed Ibrahim merupakan
antara penulis khat yang terkenal dengan khat Diwani.
Khat ini dicipta oleh khattat Shahla
Basya pada zaman pemerintahan Kerajaan 'Utmaniyyah. Khat ini dianggap sebagai kesinambungan
daripada khat Diwanibiasa. Khat ini dinamakan Jali yang
bererti jelas kerana terdapat kelainan yang jelas dari segi bentuk tulisannya.
Tujuan penggunaannya ialah untuk tulisan rasmi diraja dan surat-menyurat kepada
kerajaan asing.
Bentuk hurufnya memenuhi ruang kosong
sehingga membentuk satu ciptaan berupa geometri yang tersusun indah. Daripada
jenis khat ini terciptalah bermacam-macam rupa bentuk hasil karya penulis-penulis
khat yang mahir.
Khat Diwani Jali ini terbahagi kepada 3 jenis iaitu khat Diwani Jali Mahbuk, Diwani Jali Hamayuni, dan Diwani Jali Zauraq (bentuk Perahu). Khat Diwani Jali Mahbukditulis dengan menyusun huruf dan ragam hias dengan teratur dan dapat melahirkan bentuk tulisan yang indah, sepertimana pada contoh utnuk terbitan kali ini. Khat Diwani Jali Hamayuni pula biasanya ditulis oleh penulis-penulis khat Turki yang ditugaskan untuk menulis titah Sultan. Khat Diwani Jali Zauraq adalah jenis khat yang dipengaruhi oleh seni lukis. Kebanyakan penulis khat menghasilkan khat ini dengan menulis ayat-ayat sehingga membentuk seakan perahu atau kapal laut. Khat Diwani Jali Zauraq ini dikatakan agak mencabar dan sukar untuk menulisnya, ianya memerlukan kesabaran dan kreativiti yang tinggi dalam menghasilkan sesebuah karya.
Kesimpulannya, khat Diwani Jali ini dapat dilihat pada seninya bentuk tulisan, penyusunan huruf yang indah dan keserasian kalimah-kalimah yang diadun dengan begitu sempurna.
Khat Diwani Jali ini terbahagi kepada 3 jenis iaitu khat Diwani Jali Mahbuk, Diwani Jali Hamayuni, dan Diwani Jali Zauraq (bentuk Perahu). Khat Diwani Jali Mahbukditulis dengan menyusun huruf dan ragam hias dengan teratur dan dapat melahirkan bentuk tulisan yang indah, sepertimana pada contoh utnuk terbitan kali ini. Khat Diwani Jali Hamayuni pula biasanya ditulis oleh penulis-penulis khat Turki yang ditugaskan untuk menulis titah Sultan. Khat Diwani Jali Zauraq adalah jenis khat yang dipengaruhi oleh seni lukis. Kebanyakan penulis khat menghasilkan khat ini dengan menulis ayat-ayat sehingga membentuk seakan perahu atau kapal laut. Khat Diwani Jali Zauraq ini dikatakan agak mencabar dan sukar untuk menulisnya, ianya memerlukan kesabaran dan kreativiti yang tinggi dalam menghasilkan sesebuah karya.
Kesimpulannya, khat Diwani Jali ini dapat dilihat pada seninya bentuk tulisan, penyusunan huruf yang indah dan keserasian kalimah-kalimah yang diadun dengan begitu sempurna.
1. Kufi
Musyajjar (Floriated Kufi)
kufi
Musyajjar ini adalah model Kufi di mana garis Vertikalnya diperluas ke bentuk
dedaunan dan bunga dalam berbagai ukuran.
2. Kufi
Mudhaffar (Plaited Kufi)
Kufi
mudhaffar adalah jenis tulisan tulisan Kufi yang di mana huruf-huruf
vertikalnya berkait jalinan antara satu huruf dengan huruf yang lain.
3. Kufi
Animasi (Animated Kufi)
Kufi Animasi
adalah jenis tulisan Kufi yang menggambarkan animasi figur makhluk hidup
seperti manusia dan binatang.
4. Kufi
Murabba” (Squared Kufi)
Sesuai dengan
namanya, jenis Kufi Murabba’ ini terdiri dari garis-garis lurus horizontal yang
dihubungkan dengan garis-garis vertical hingga tercipta sudut atau
bersiku-siku.
5. kufi Muzakhraf
Khat Kufi
Muzakhraf adalah khat Kufi yang dipadukan dengan zukhrufiyah yang bermotif
frolal yang digayakan.
Adapun
jenis-jenis Kufi yang lain masih banyak jenisnya, seperti Kufi Mushafi, kufi
Timur (Estern Kufi), Kufi Kontemporer, Kufi magribi dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar