Kamis, 23 Agustus 2012


Pengertian Kaligrafi
kaligrafi berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah “tulisan indah”. Dalam sejarah peradaban Islam, seni tulis huruf Arab yang isinya berupa potongan ayat Alqur’an atau Hadits Nabi SAW ini mempunyai tempat yang sangat istimewa. Setiap muslim percaya bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh Tuhan ketika menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW. Bahasa ini juga digunakan dalam seluruh tata peribadatan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Karena di dalam ajaran Islam lukisan berupa mahluk hidup adalah termasuk sesuatu yang dilarang, maka kaum muslimin mengeskpresikan gairah seninya antara lain lewat seni kaligrafi ini. Karya-karya kaligrafi ini banyak menjadi hiasan di banyak bidang, mulai dari bangunan, koin, seni dekoratif, permata, tekstil, senjata sampai manuskrip.
Walaupun sebenarnya pada saat sekarang Bahasa Arab telah berkembang jauh sebelum Islam lahir, tetapi bahasa ini menyebar dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) dari Bani Umayyah membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting dalam bidang ini yaitu dengan menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi seluruh wilayah Islam, meskipun pada awalnya Bahasa Arab bukan bahasa yang dipakai di wilayah-wilayah tersebut.
Kaligrafi adalah salah satu seni dalam Islam, yang banyak dikembangkan sejak zaman dahulu. Fungsinya tentunya bukan sekadar ornamen atau hiasan belaka, namun lebih dari itu, kaligrafi adalah sarana untuk beribadah, berdzikir (karena setiap melihat kaligrafi, kita akan ingat akan Allah SWT).
Kaligrafi Islam awalnya, banyak ditulis di atas kulit atau daun lontar. Penemuan kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M berperan cukup besar dalam perkembangan seni ini, kertas harganya relatif lebih murah, cukup melimpah, mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.
Ibnu Muqla (886-940 M) adalah salah seorang kaligrafer terbaik pada masa awalperkembangan seni kaligrafi Islam. Dia mengembangkan prinsip-prinsip geometris dalamkaligrafi Islam yang kemudian banyak digunakan oleh para kaligrafer yang datang sesudahnya, dia juga berperan mengembangkan tulisan kursif yang di kemudian hari dikenal sebagai gayaNaskh yang banyak dipakia untuk menulis mushaf Alqur’an.

Jenis Khat
.

Khat Naskhi

Khat Naskhi adalah tulisan yang sampai ke wilayah Arab Hijaj dalam bentuknya paling akhir, setelah lepas dari bentuknya yang kuno sebelum masa kenabian. Selanjutnya, gaya tulisan yang semakin sempurna tersebut digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat menyurat di jaman kekuasaan islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah, pola-pola naskhi bertambah indah berkat kodifikasi yang dilakukan Ibnu Muqlah (272-328 H). para ahli sejarah beranggapan bahwa Ibnu Muqlah peletak dasar-dasar khat naskhi dalam bentuknya yang sempurna dizaman Bani Abbas.
Di jaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), usaha memperindah khat naskhi mencapai puncaknya, sehingga terkenallah nama gaya yang disebut naskhi Atabek yang banyak digunakan untuk menyalin mushaf Al-Qur’an diabad pertengahan, menggeser khat Kufi kuno yang banyak digunakan sebelumnya. Khat ini disebut naskhi karena para Khattat atau kaligrafer dan pengarang menulis (Yunassikun) mushaf Al-Qur’an dan pelbagai buku dengannya.
Naskhi adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam, seperti sudut-sudut Kufi. Sekarang huruf-huruf naskhi meyebar dianeka penerbitan untuk percetakan buku, Koran, dan majalah bahkan meluas menjadi huruf-huruf computer dengan sebutan Naskuf (perpaduan antara khat Naskhi dan Kufi).
Dibandingkan gaya khat yang lain Naskhi lebih mudah digunakan untuk mengajari membaca para pemula. Ada kesepakatan, bahwa naskhi membantu penulis menggoreskan penanya dengan cepat dibandingkan dengan tsulust, karena ukuran hurufnya yang kecil dan pertemuan secara jelas goresan-goresan memanjangnya, didukung oleh harmoni huruf-huruf dan keindahan posturnya.

Khat Tsulus

Berbeda dengan khat Naskhi yang ditulis datar dan harus jelas, khat Tsulust justru lebih luwes, elastis dan ornamentatif. Tsulust dapat dikombinasikan dengan aneka bidang dan ruang, menempati komposisi yang harmonis dengan rangkaian huruf-hurufnya yang dapat dipanjangkan atau diringkas di ruangan yang lebih sempit dari pada kapasitas bunyi tulisan yaitu dengan sistem penumpukan atau akumulasi.19
Khat Tsulust digunakan – terutama untuk tujuan-tujuan dekorasi dan penulisan judul-judul/nama kitab. Sesuai dengan karakter hurufnya yang sangat artistik, tsulust akan lebih berwibawa bila dilengkapi tasykil dan tazyin sehingga tidak ada lagi relung-relung dan ruang kosong yang tidak terisi namun semuanya penuh dan padat dengan hiasan pelengkap yang penambah keindahannya.
Dinamakan khat tsulust karena ditulis dengan kalam atau pulpen yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (Tsulust) goresan kalam. Adapula yang menamakannya “khat Arab” karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi arab yang banyak jumlah sesudah khat Kufi.
Untuk menulis dengan khat Tsulust, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira selebar setengah pelatuk. Ukutran ini sesuai dengan khat ‘Adi dan Tsulust Jali.
Khat Tsulust yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan aneka media karana kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya kaht yang lain, baik dari sudut kaedah maupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni huruf-hurufnya.


Khat riq’ah


Riq’ah adalah salahsatu gaya khat ciptaan masyarakat Turki Usmani. Muhammad Tahir Kurdi menyebutkan, bahwa penggagas dan peletak dasar-dasar kaidah khat Riq’ah adalah Mumtaz Bek,  seorang konsultan di zaman Sultan Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. Posisi khat Riq’ah berada di antara khat Diwani dan khat Siyaqat, di mana Mumtaz Bek sangat masyhur dengan keahliannya di bidang Diwani sepeTujuan awal diciptakannya tulisan ini adalah untuk mempersatukan seluruh kaligrafi bagi seluruh pegawai kerajaan, sehingga mereka hanya menulis dengan satu gaya khat dalam semua tata pergaulan resmi yang diterapkan untuk kantor-kantor pemerintahan.
Penciptanya menamakannya Riq’ah yang artinya menurut kamus-kamus bahasa ialah “potongan daun untuk menulis”, dan tidak ada hubungannya dengan khat  Riqa’ kuno yang pernah digunakan di seluruh Kantor Administrasi Surat-menyurat Negara. Beberapa sultan Usmani seperti Sulaiman al-Kanuni dan Abdul Hamid I sangat memperhatikan dan banyak menulis dengan khat Riq’ah.
Spesifikasi khat Riq’ah terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bisa ditulis lebih cepat daripada khat Naskhi, karena kesederhanaannya dan tidak memiliki struktur yang rumit. Karena itu, kita memiliki kenyataan dalam kehidupan moderen ini khat Naskhi khusus digunakan untuk mencetak teks buku, surat kabar, dan majalah, sedangkan khat Riq’ah khusus digunakan untuk catatan tangan atau dikte. Di lapangan advertising atau untuk penulisan judul-judul surat kabar, Riq’ah sering digunakan karena dapat mencakup kata-kata panjang dengan goresan-goresan yang tidak banyak makan tempat.
Pada saat tidak menggunakan pena tipis tebal, khat Riq’ah berfungsi untuk menulis catatan harian seperti pelajaran dan kuliah atau surat-menyurat dan reportase para juru tulis seperti wartawan. Kecepatan gerak Riq’ah dapat disamakan dengan stenografi dalam tulisan latin. Hal ini memungkinkan karena spesifikasi hurufnya yang pendek dan beberapa huruf yang diringkas seperti sin tanpa gigi, alif dan lam tanpa tarwisy, dan lengkungan-lengkungan sederhana pada ya’, jim, qaf, dan nun.
Para kaligrafer yang sangat aktif dan menonjol dalam lapangan Riq’ah dapat disebutkan, misalnya, Amin Fahs al-Lubnani, Al-Hafizh Tahsin, Jawad Sabti al-Najfi, Sayid Ibrahim, Muhammad Sabri al-Hilali, Ahmad Sabri Zaid, Abdurrahman Sadeq Abusy, Abdurrazaq ‘Aud, Abdurrazaq Muhammad Salim, Abdul Kadir Asyur, Ali Ibrahim, Muhammad Husni al-Dimasyqi, Muhammad Sa’ad Haddad, Muhammad Abdurrahman, Muhammad Izzat Afandi, Muhammad Ali Makawi, Hasyim Muhammad al-Baghdadi, dan banyak lagi yang lainnya.
Pada contoh karya kaligrafer Turki  Muhammad Afandi yang ditulis dengan pena Riq’ah‘arid, Riq’ah wasat, dan Riq’ah rafi’, kentara karakter Riq’ah yang simpel pada sin yang tidak bergigi, alif dan lam qamariyah dan lam syamsiyah yang tidak bertarwisy, titik tunggal tidak full bujur sangkar dan dua titik ta’ dan ya’ yang sekali gores, atau huruf-huruf ra’ dan wawu yang kurang melengkung.
Keringkasan Riq’ah dapat juga dilihat pada struktur dan komposisi di mana huruf dan kata bertumpang tindih untuk memperpendek jarak tulisan bagi kata-kata yang panjang, seperti pada contoh berikut. Mode ini banyak digunakan terutama untuk judul-judul koran dan ungkapan iklan. Huruf alif, misalnya, dipendekkan dan posisinya di bawah atau di atas huruf-huruf lain. Begitu pula penumpangan awal kata di atas ujung kata sebelumnya supaya tulisan tampil lebih ringkas.  


Khat Farisi


Dahulu kala sebagai warisan dari nenek moyang mereka bangsa Saman yang sebelum Islam menulis dengan khat Pahlevi. Gaya ini merupakan nisbah ke Pahle, suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan dan Azerbaijan. Saat Islam menaklukkan negeri Persia, masyarakat Iran pun memeluk Islam sebagai agama baru mereka.
Melalui pergaulan dengan masyarakat Arab muslim, orang-orang Iran mengganti tulisan Pahlevi dengan tulisan Arab yang kemudian mereka namakan khat Ta’liq. Pada waktu-waktu selanjutnya lahir pula gaya-gaya khat yang lain seperti Nasta’liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi saja mengingat asalnya dari Persia. Diantara gaya khat Farisi yang populer dari Iran adalah :

1.      Khat Ta’liq atau khat Farisi Ta’liq
Masyarakat Iran mengolah khat Ta’liq dari khat yang digunakan untuk menyalin al-Qur’an waktu itu, yang disebut khat Firamuz. Semula cara-cara menulisnya dicuplik dari kaedah khat Tahrir, khat Riqa’, dan khat Tsulus. Keindahan khat Farisi Ta’liq adalah pada kelenturan putarannya, huruf-huruf tegaknya yang agak condong ke kanan, sapuan-sapuan memanjangnya yang tebal, dan gelombang gerigi yang tebal-tipis secara variatif.
2.      Khat Nasta’liq atau Khat Farisi Nasta’liq
Khat Nasta’liq adalah hasil kreasi kaligrafer Iran Mir Ali al-Harawi, diolah dari khat Ta’liq yang dimasuki sedikit unsur Naskhi sehingga menjadi gabungan Naskhi-Ta’liq atau Nasta’liq. Nasta’liq yang sekarang sering disebut Farisis sebagaimana Ta’liq, dikembangkan dan dipercantik oleh masyarakat Iran. Penggunaannya yang luas menjadi alat tulis naskah harian menempatkannya sama dengan posisi khat Naskhi di wilayah-wilayah lain. Karena itu, sangat mungkin pula gaya ini merupakan khat Ta’liq yang difungsikan sebagai tulisan naskah yang meluas setelah dimodifikasi oleh Mir Ali.

3.      Khat Syikasteh
Di samping khat Ta’liq, orang-orang Iran juga menciptakan kaligrafi gaya baru yang mereka sebut khat Syikasteh, diambil dari khat TA’liq dan khat Diwani. Syikasteh artinya berantakan, karena gores-goresan akhir huruf yang diliarkan sehingga terkesan berantakan atau semrawut. Khat ini digunakan hanya di wilayah Persia dan tidak menyebar ke segenap pelososk wilayah Arab Islam sepeti gaya lain. Hal itu disebabkan karena Syikasteh sulit dibaca. 

4.      Khat Farisi Mutanazhir
Khat jenis ini dihubungkan dengan penampilannya yang saling pantul secara indah dan seimbang. Unsur-unsur saling pantul dalam khat Farisi Mutanazhir ini terletak pada sapuan-sapuan horizontalnya atau pada huruf-huruf vertikalnya seperti alif dan lam yang saling bangun secara harmonis

5.      Khat Farisi Mukhtazal
Gaya ini lahir sebagai reaksi atas adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Farisi dan kemungkinan satu huruf memiliki lebih dari satu fungsi. Dengan demikian, satu goresan dapat berfungsi sebagai mukhtazal untuk meringkas beberapa huruf sehingga memiliki beberapa bacaan. Gaya ini kerap menyulitkan khattat dan pembaca. Khattat kesulitan karena dalam beberapa keadaan persilangan khat tidak mudah dibuat. Sedangkan bagi pembaca kesulitannya adalah karena menderita kesusahan dalam membaca dan memahami maksudnya, sehingga timbul dugaan bahwa khat semacam ini merupakan teka-teki. Dari sini sebuah peribahasa mengatakan “Khairul khat ma quri’a (sebaik-baik khat adalah yang bisa dibaca).

6.      Khat Farisi Mir’at
Mir’at atau cermin yang berfungsi memantulkan gambar nampak dalam gaya kaligrafi ini saat sisi kanan memantul ke sisi kiri (sama persisi denga khat Tsulus Mutanazhir), makanya sering juga disebut khat Farisi Mutanazhir.

Khat Diwani


Khat Diwani merupakan salah satu jenis khat yang dicipta oleh penulis khat pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah. Ibrahim Munif adalah orang yang mencipta kaedah dan menentukan ukuran tulisan khat Diwani. Khat Diwani dikenali secara resmi selepas negeri Qostantinopal ditawan oleh Sultan ‘Uthmaniyah, Muhammad al-Fatih pada tahun 857 Hijrah.
Khat Diwani digunakan sebagai tulisan rasmi di jabatan-jabatan kerajaan. Seterusnya, tulisan ini mula berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Kebiasannya tulisan khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua pekeliling pentadbiran, keputusan kerajaan serta surat menyurat rasmi dan pada masa sekarang ianya digunakan untuk menulis watikah, sijil dan untuk hiasan.
Khat Diwani terbahagi kepada 2 jenis iaitu Diwani biasa dan Diwani Mutarabit(bercantum). Akan tetapi, khat Diwani biasa yang banyak digunakan dan diamalkan oleh penulis-penulis khat terkenal berbanding khat Diwani Mutarabit. Asas bentuk bagi kedua-dua jenis khat Diwani ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ianya ditulis dengan cara yang lembut dan mudah dibentuk mengikut kehendak penulis.
Keistimewaan khat Diwani dapat dilihat pada kesenian bentuk hurufnya yang melengkung dan memerlukan kemahiran penulis khat itu menulisnya dengan lembut dan menepati kaedah. Hashim Muhammad al-Baghdadi dan Syed Ibrahim merupakan antara penulis khat yang terkenal dengan khat Diwani.

Khat Diwani Jali


Khat ini dicipta oleh khattat Shahla Basya pada zaman pemerintahan Kerajaan 'Utmaniyyah. Khat ini dianggap sebagai kesinambungan daripada khat Diwanibiasa. Khat ini dinamakan Jali yang bererti jelas kerana terdapat kelainan yang jelas dari segi bentuk tulisannya. Tujuan penggunaannya ialah untuk tulisan rasmi diraja dan surat-menyurat kepada kerajaan asing.
Bentuk hurufnya memenuhi ruang kosong sehingga membentuk satu ciptaan berupa geometri yang tersusun indahDaripada jenis khat ini terciptalah bermacam-macam rupa bentuk hasil karya penulis-penulis khat yang mahir.
Khat Diwani Jali ini terbahagi kepada 3 jenis iaitu khat Diwani Jali Mahbuk, Diwani Jali Hamayuni, dan Diwani Jali Zauraq (bentuk Perahu). Khat Diwani Jali Mahbukditulis dengan menyusun huruf dan ragam hias dengan teratur dan dapat melahirkan bentuk tulisan yang indah, sepertimana pada contoh utnuk terbitan kali ini. Khat Diwani Jali Hamayuni pula biasanya ditulis oleh penulis-penulis khat Turki yang ditugaskan untuk menulis titah Sultan. Khat Diwani Jali Zauraq adalah jenis khat yang dipengaruhi oleh seni lukis. Kebanyakan penulis khat menghasilkan khat ini dengan menulis ayat-ayat sehingga membentuk seakan perahu atau kapal laut. Khat Diwani Jali Zauraq ini dikatakan agak mencabar dan sukar untuk menulisnya, ianya memerlukan kesabaran dan kreativiti yang tinggi dalam menghasilkan sesebuah karya.
Kesimpulannya, khat Diwani Jali ini dapat dilihat pada seninya bentuk tulisan, penyusunan huruf yang indah dan keserasian kalimah-kalimah yang diadun dengan begitu sempurna.

Khat Kufi



Khat Kufi adalah gaya tulisan Arab yang karaker dominannya berbentuk siku (kubisme), Kufi muncul pertama kali di Kota Kuno Kufah Irak, dan pada perkembangan selanjutnya menyebar ke sebagian wilayah dunia Islam,sehingga jenis tulisan ini sebagai tulisan Pan Islami di samping tulisan Tsulus dan naskhi. Lantaran bentuk Khat Kufi yang bersiku tersebut sangat sesuai untuk keperluan dekoratif pada bangunan arsitektur seperti masjid, madrasah dan gedung-gedung kota di negeri Islam. Walaupun demikian pda awal-awal pwrkwmbangan Islam Kufi digunakan sebagai tulisan untuk mushaf Al Qur’an. Adapun jenis-jenis Khat kufi adalah sebagai berikut:

1. Kufi Musyajjar (Floriated Kufi)
kufi Musyajjar ini adalah model Kufi di mana garis Vertikalnya diperluas ke bentuk dedaunan dan bunga dalam berbagai ukuran.

2. Kufi Mudhaffar (Plaited Kufi)
Kufi mudhaffar adalah jenis tulisan tulisan Kufi yang di mana huruf-huruf vertikalnya berkait jalinan antara satu huruf dengan huruf yang lain.

3. Kufi Animasi (Animated Kufi)
Kufi Animasi adalah jenis tulisan Kufi yang menggambarkan animasi figur makhluk hidup seperti manusia dan binatang.

4. Kufi Murabba” (Squared Kufi)
Sesuai dengan namanya, jenis Kufi Murabba’ ini terdiri dari garis-garis lurus horizontal yang dihubungkan dengan garis-garis vertical hingga tercipta sudut atau bersiku-siku.

5. kufi Muzakhraf
Khat Kufi Muzakhraf adalah khat Kufi yang dipadukan dengan zukhrufiyah yang bermotif frolal yang digayakan.
Adapun jenis-jenis Kufi yang lain masih banyak jenisnya, seperti Kufi Mushafi, kufi Timur (Estern Kufi), Kufi Kontemporer, Kufi magribi dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar